no klik kanan

Rabu, 24 Oktober 2012

Warga Perbatasan Jadi Komoditi Politik

Miliki KTP Ganda 

Ventje Pontoh SH
Manado, KM
Masyarakat yang tinggal di perbatasan dua wilayah pemerintahan, sering dimanfaatkan berbagai elemen untuk kepentingan sesaat, seperti menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) baik Pemilu Kepala Daerah (Pemilukada), maupun Pemilu legislative (Pileg).
Menghadapi momen pesta demokrasi seperti itu, masyarakat perbatasan sering dijadikan komoditi politik. Padahal, hari-hari biasanya permasalahan perbatasan tidak pernah disinggung. Hal ini wajar terjadi karena terkait dengan peolehan suara kandidat yang bertarung dalam Pemilu.
Menyikapi persoalan itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Manado melalui Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) menegaskan, masyarakat perbatasan seperti Desa Tikela dan Kelurahan Paal IV, harus menentukan sikap. Jika ingin menjadi warga Kota Manado, harus memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Manado.
“Yang diperlukan disini adalah sikap tegas masyarakat. Kalau menyangkut tapal batas sebenarnya tidak ada masalah karena sudah jelas. Tetapi, masyarakat ini yang sering menimbulkan masalah. Jadi tergantung dari masyarakatnya, jika ingin jadi warga Kota Manado harus memiliki identitas seperti KTP Manado,”tandas Kepala Disdukcapil Manado Ventje Pontoh SH, kepada Koran Manado, Rabu (24/10).
Menurutnya, persoalan kependudukan yang timbul akibat masyarakat memiliki KTP ganda. Memang, untuk Kota Manado telah diberlakukan KTP elektronik (e-KTP). Namun, di Kabupaten Minahasa belum dan masih menggunakan KTP Siak.
“Untuk pengawasan masyarakat yang ber KTP ganda agak sulit dilakukan. Meskipun, kita di Manado telah menggunakan e-KTP. Tapi persoalannya, di Kabupaten Minahasa belum ada e-KTP. Kalau semua sudah e-KTP, kepemilikan KTP ganda tidak akan terjadi. Karena di e-KTP akan menentukan mereka berdomisili dimana, harus pilih salah satu,”pungkas Pontoh.(jan torindatu)     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar