Taufik Tumbelaka |
Tondano, KM
Pemilihan Kepala daerah (Pilkada) Minahasa terbilang rentan dengan masalah. Pun permasalahan paling mencolok terletak pada Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) sendiri selaku penyelenggara hajatan Pilkada.
KPUD Minahasa tergolong institusi paling mahal tahun 2012 jika mau disogok kandidat bupati dan wakil bupati Minahasa. Tak tanggung-tanggung, nilai me-nyogok KPUD Minahasa ke-mungkinan Rp10 miliar dengan hanya mem-pleno menang salah satu kandidat. Caranya terbilang sangat gampang, semisal tiap komisioner menerima 2 miliar rupiah hanya dengan mark-up jumlah suara salah satu kandidat yang siap membayar senilai itu.
“KPUD penyelenggara Pilkada bupati dan wakil bupati Mina-hasa, institusi paling mahal tahun 2012 kalau berhasil disogok. Apa-lagi peluang mereka menerima suap sangat terbuka lebar,” papar Ketua Lembaga Penyelidikan Pemantauan Pemberantasan Korupsi (LP3K-RI), Albert M Sekeon kepada wartawan di Manado, Selasa (23/10).
Ia mencontoh pelaksanaan Pilkada sejumlah daerah yang dimenangkan kandidat tertentu tapi hasil suap kepada penyelenggara Pilkada itu. Sejumlah kasus suap yang pernah terjadi, antaranya, kasus suap Mantan Bupati Nias Selatan Fahuwusa Laia kepada KPU sehingga ia dituntut 4 tahun penjara, kasus suap KPUD Buton Sulawesi Tenggara, suap Pilkada Walikota Jayapura, kasus suap KPU Riau, serta sederet kasus lainnya.
“Pilkada Minahasa pun rawan suap. Apalagi pertarungan ini identik perang gengsi para politisi untuk mempertahankan kredibilitas. Jadi dengan cara apapun, sepertinya bakal dilegalkan demi mempertahankan gengsi. Oleh karena itu, saya beranggapan Pilkada Minahasa tergolong rawan suap,” tandasnya.
Diwawancarai terpisah, Ketua Jaring Aspirasi Rakyat Sulawesi Utara, Jefrrey Kembau mengatakan, menyogok KPUD merupakan jurus paling ampuh untuk memenangkan Pilkada Minahasa. Menurutnya, menghadapi lima komisioner KPUD masing-masing, Meidy Tinangon, Rommy Leke, Ronald Worek, Decky Paseki, dan Wisye Wilar, masih jauh lebih mudah dibanding mengurus keinginan 258 ribu pemilih Minahasa. “Jadi Pilkada Minahasa memang rawan suap,” tandas Kembau.
Sementara Ketua KPUD Minahasa Meidy Tinangon, dikonfirmasi via selular harian ini tadi malam menepis tudingan pihaknya berpeluang kena suap pihak-pihak tertentu.
“Sejak pendaftaran sampai penetapan calon dilakukan sesuai prosedur, begitu juga dengan syarat partai politik tidak karena suap,” ujar Tinangon.
Lanjut ditegaskan, semua tahapan yang menjadi kewenangan KPUD Minahasa sudah dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan dengan tidak ada yang menyimpang.
“Jadi tidak ada suap-menyuap di KPUD Minahasa. Itu karena kita dituntut netral dalam artian memperlakukan semua pasangan bakal calon sama adil,” tandas Tinangon yang menganti jabatan Ketua KPUD Minahasa Rommy Leke.
Kemungkinan lima komisioner KPUD Minahasa menerima suap juga diisyaratkan pengamat politik pemerintahan Sulawesi Utara, Taufik Tumbelaka. Hanya saja, kemajuan teknologi saat ini menutup kemungkinan lima komisioner KPUD Minahasa melakukan hal tersebut. “Teknologi informasi saat ini sangat canggih, misalnya saja telpon kamera yang dapat diberdayakan masing-masing saksi untuk mengawasi apa yang terjadi di setiap TPS,” ujar Tumbelaka.
Dia menantang, apa berani lima komisioner itu mengambil resiko mau memanipulasi hasil suara pemilih yang masuk setiap TPS hanya karena mereka terima suap disamping pengawasan sangat ketat saat ini.
Menurutnya, professional menjadi hal paling penting yang harus ditunjukkan KPUD Minahasa. Institusi ini secara personal maupun secara kelembagaan diuji sikap profesionalnya untuk dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
“Hajatan politik seperti ini memang rawan suap. Karena itu perlu perkuatan fungsi Panwas Pilkada Minahasa, dan desakkan KPU bersikap transparan dan terbuka agar tidak muncul praduga negatif pihak–pihak tertentu,” pungkas Tumbelaka.(vanny)
Pemilihan Kepala daerah (Pilkada) Minahasa terbilang rentan dengan masalah. Pun permasalahan paling mencolok terletak pada Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) sendiri selaku penyelenggara hajatan Pilkada.
KPUD Minahasa tergolong institusi paling mahal tahun 2012 jika mau disogok kandidat bupati dan wakil bupati Minahasa. Tak tanggung-tanggung, nilai me-nyogok KPUD Minahasa ke-mungkinan Rp10 miliar dengan hanya mem-pleno menang salah satu kandidat. Caranya terbilang sangat gampang, semisal tiap komisioner menerima 2 miliar rupiah hanya dengan mark-up jumlah suara salah satu kandidat yang siap membayar senilai itu.
“KPUD penyelenggara Pilkada bupati dan wakil bupati Mina-hasa, institusi paling mahal tahun 2012 kalau berhasil disogok. Apa-lagi peluang mereka menerima suap sangat terbuka lebar,” papar Ketua Lembaga Penyelidikan Pemantauan Pemberantasan Korupsi (LP3K-RI), Albert M Sekeon kepada wartawan di Manado, Selasa (23/10).
Ia mencontoh pelaksanaan Pilkada sejumlah daerah yang dimenangkan kandidat tertentu tapi hasil suap kepada penyelenggara Pilkada itu. Sejumlah kasus suap yang pernah terjadi, antaranya, kasus suap Mantan Bupati Nias Selatan Fahuwusa Laia kepada KPU sehingga ia dituntut 4 tahun penjara, kasus suap KPUD Buton Sulawesi Tenggara, suap Pilkada Walikota Jayapura, kasus suap KPU Riau, serta sederet kasus lainnya.
“Pilkada Minahasa pun rawan suap. Apalagi pertarungan ini identik perang gengsi para politisi untuk mempertahankan kredibilitas. Jadi dengan cara apapun, sepertinya bakal dilegalkan demi mempertahankan gengsi. Oleh karena itu, saya beranggapan Pilkada Minahasa tergolong rawan suap,” tandasnya.
Diwawancarai terpisah, Ketua Jaring Aspirasi Rakyat Sulawesi Utara, Jefrrey Kembau mengatakan, menyogok KPUD merupakan jurus paling ampuh untuk memenangkan Pilkada Minahasa. Menurutnya, menghadapi lima komisioner KPUD masing-masing, Meidy Tinangon, Rommy Leke, Ronald Worek, Decky Paseki, dan Wisye Wilar, masih jauh lebih mudah dibanding mengurus keinginan 258 ribu pemilih Minahasa. “Jadi Pilkada Minahasa memang rawan suap,” tandas Kembau.
Sementara Ketua KPUD Minahasa Meidy Tinangon, dikonfirmasi via selular harian ini tadi malam menepis tudingan pihaknya berpeluang kena suap pihak-pihak tertentu.
“Sejak pendaftaran sampai penetapan calon dilakukan sesuai prosedur, begitu juga dengan syarat partai politik tidak karena suap,” ujar Tinangon.
Lanjut ditegaskan, semua tahapan yang menjadi kewenangan KPUD Minahasa sudah dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan dengan tidak ada yang menyimpang.
“Jadi tidak ada suap-menyuap di KPUD Minahasa. Itu karena kita dituntut netral dalam artian memperlakukan semua pasangan bakal calon sama adil,” tandas Tinangon yang menganti jabatan Ketua KPUD Minahasa Rommy Leke.
Kemungkinan lima komisioner KPUD Minahasa menerima suap juga diisyaratkan pengamat politik pemerintahan Sulawesi Utara, Taufik Tumbelaka. Hanya saja, kemajuan teknologi saat ini menutup kemungkinan lima komisioner KPUD Minahasa melakukan hal tersebut. “Teknologi informasi saat ini sangat canggih, misalnya saja telpon kamera yang dapat diberdayakan masing-masing saksi untuk mengawasi apa yang terjadi di setiap TPS,” ujar Tumbelaka.
Dia menantang, apa berani lima komisioner itu mengambil resiko mau memanipulasi hasil suara pemilih yang masuk setiap TPS hanya karena mereka terima suap disamping pengawasan sangat ketat saat ini.
Menurutnya, professional menjadi hal paling penting yang harus ditunjukkan KPUD Minahasa. Institusi ini secara personal maupun secara kelembagaan diuji sikap profesionalnya untuk dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
“Hajatan politik seperti ini memang rawan suap. Karena itu perlu perkuatan fungsi Panwas Pilkada Minahasa, dan desakkan KPU bersikap transparan dan terbuka agar tidak muncul praduga negatif pihak–pihak tertentu,” pungkas Tumbelaka.(vanny)