Bali,KM—
Sebagai salah satu partisipan Internet Governance Forum (IGF) yang di gelar Departemen Informasi Publik PBB, Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) menyumbangkan tiga issue penting yang harus menjadi fokus pemerintah.
Ketua Umum AJI, Eko Maryadi mengatakan, bahwa sebelum IGF dilaksanakan, AJI sudah membentuk group discussion untuk membahas tiga issue penting tersebut. "Yang pertama adalah pemerataan infrastruktur internet, konten dan bisnis dalam internet," ungkap Maryadi, Selasa (22/10).
Menurut dia, pemerataan infrastruktur internet belum mencakup seluruh wilayah Indonesia. Jabodetabek mendapat jatah 60 persen, dan 40 persen sisanya untuk wilayah luar Jabodetabek. "Kalau di pulau Jawa bandwith besar, Sulawesi, Papua, Kalimantan dan Sumatera juga harus memiliki bandwith yang besar. Harus merata cakupan internetnya. Ini yang harus diurus pemerintah, dan bukan memperketat konten," terang dia.
Untuk soal konten, kata Maryadi, pemerintah harus pelanggaran Copywright. Dimana budaya copy-paste semakin menjadi-jadi tanpa menghargai hak cipta orang lain. Terkait dengan bisnis dalam internet, kata Maryadi harus menjadi fokus utama. Karena sekarang ini, bisnis di internet seperti di hutan rimba. Siapapun bisa berbisnis apa saja dan kapan saja, tanpa ada aturan yang jelas.
"Tidak ada yang mengatur bagaimana Google dan Yahoo bisa mengambil iklan lokal tanpa aturan dan sangsi yang jelas. Dan inilah yang harus menjadi perhatian pemerintah agar apa yang menjadi hak lokal tidak dirampas begitu saja oleh penguasa internet internasional," tandas dia.
Kemarin sore pukul 14.30 WITA, Menteri Komunikasi dan Teknologi Informasi, Tifatul Sembiring membuka pelaksanaan IGF ke 8 di Nusa Dua Convention Center Bali. Forum tersebut dihadiri oleh 2.278 partisipan dari 109 negara, yang terdiri dari pemerintah, organisasi non pemerintah, organisasi masyarakat, media dan lainnya. IGF sendiri merupakan organisasi yang didirikan PBB untuk memberikan masukan-masukan terkait tatakelola internet.
Sedangkan tema IGF ke 8 ini adalah 'Membangun Jembatan: Peran Pemerintah dalam Kerjasama Multi-Stakeholder'. Usai membuka IGF, dalam konferensi pers, Menkoinfo mengatakan bahwa tatakelola internet menjadi tanggungjawab seluruh stakeholder, untuk menopang ekonomi, pembangunan dan keuntungan sosial bagi masyarakat. "Selain itu, etika cyber sangat perlu untuk mencapai tujuan kita, yakni keamanan berinternet bagi bangsa dan masyarakat," ucap Tifatul.
SEAPA (South Asian Press Alliance) yang di dalamnya AJI Indonesia menyertakan 15 utusannya. Yakni Gayathry Venkiteswaran (Executive Director), Ramana Som (Kamboja), Chen Shaua Fui (Malaysia), Ana Maria Macaraig (Filipina), Phyu-phyu Thi (Myanmar), Long Trinh Huu (Vietnam), Yayuk Masitoh (Indonesia), Yinthze Gunde (Indonesia, Wartawan Harian METRO), Ridwan Marzuki (Indonesia), Mustakim (Indonesia), Girindra Wardhana (Indonesia), Arthit Suriyawangkul (Thailand), Thitima Urapeepathanapong (Thailand), Wason Liwlopaisan (Thailand) dan Jiranan Hanthamrong (Thailand). (*/otnie tamod)
Sebagai salah satu partisipan Internet Governance Forum (IGF) yang di gelar Departemen Informasi Publik PBB, Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) menyumbangkan tiga issue penting yang harus menjadi fokus pemerintah.
Ketua Umum AJI, Eko Maryadi mengatakan, bahwa sebelum IGF dilaksanakan, AJI sudah membentuk group discussion untuk membahas tiga issue penting tersebut. "Yang pertama adalah pemerataan infrastruktur internet, konten dan bisnis dalam internet," ungkap Maryadi, Selasa (22/10).
Menurut dia, pemerataan infrastruktur internet belum mencakup seluruh wilayah Indonesia. Jabodetabek mendapat jatah 60 persen, dan 40 persen sisanya untuk wilayah luar Jabodetabek. "Kalau di pulau Jawa bandwith besar, Sulawesi, Papua, Kalimantan dan Sumatera juga harus memiliki bandwith yang besar. Harus merata cakupan internetnya. Ini yang harus diurus pemerintah, dan bukan memperketat konten," terang dia.
Untuk soal konten, kata Maryadi, pemerintah harus pelanggaran Copywright. Dimana budaya copy-paste semakin menjadi-jadi tanpa menghargai hak cipta orang lain. Terkait dengan bisnis dalam internet, kata Maryadi harus menjadi fokus utama. Karena sekarang ini, bisnis di internet seperti di hutan rimba. Siapapun bisa berbisnis apa saja dan kapan saja, tanpa ada aturan yang jelas.
"Tidak ada yang mengatur bagaimana Google dan Yahoo bisa mengambil iklan lokal tanpa aturan dan sangsi yang jelas. Dan inilah yang harus menjadi perhatian pemerintah agar apa yang menjadi hak lokal tidak dirampas begitu saja oleh penguasa internet internasional," tandas dia.
Kemarin sore pukul 14.30 WITA, Menteri Komunikasi dan Teknologi Informasi, Tifatul Sembiring membuka pelaksanaan IGF ke 8 di Nusa Dua Convention Center Bali. Forum tersebut dihadiri oleh 2.278 partisipan dari 109 negara, yang terdiri dari pemerintah, organisasi non pemerintah, organisasi masyarakat, media dan lainnya. IGF sendiri merupakan organisasi yang didirikan PBB untuk memberikan masukan-masukan terkait tatakelola internet.
Sedangkan tema IGF ke 8 ini adalah 'Membangun Jembatan: Peran Pemerintah dalam Kerjasama Multi-Stakeholder'. Usai membuka IGF, dalam konferensi pers, Menkoinfo mengatakan bahwa tatakelola internet menjadi tanggungjawab seluruh stakeholder, untuk menopang ekonomi, pembangunan dan keuntungan sosial bagi masyarakat. "Selain itu, etika cyber sangat perlu untuk mencapai tujuan kita, yakni keamanan berinternet bagi bangsa dan masyarakat," ucap Tifatul.
SEAPA (South Asian Press Alliance) yang di dalamnya AJI Indonesia menyertakan 15 utusannya. Yakni Gayathry Venkiteswaran (Executive Director), Ramana Som (Kamboja), Chen Shaua Fui (Malaysia), Ana Maria Macaraig (Filipina), Phyu-phyu Thi (Myanmar), Long Trinh Huu (Vietnam), Yayuk Masitoh (Indonesia), Yinthze Gunde (Indonesia, Wartawan Harian METRO), Ridwan Marzuki (Indonesia), Mustakim (Indonesia), Girindra Wardhana (Indonesia), Arthit Suriyawangkul (Thailand), Thitima Urapeepathanapong (Thailand), Wason Liwlopaisan (Thailand) dan Jiranan Hanthamrong (Thailand). (*/otnie tamod)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar