Terkait Pengrusakan Pinawelaan dan Kameya
Aksi pengrusakan lokasi adat Pinawelaan yang didalangi oleh oknum Lurah Kakaskasen I |
Dekot Hearing Muspika dan Lurah
Tomohon, KM –Menindaklanjuti keluhan masyarakat adat terkait dengan pengrusakan situs budaya Pinawelaan dan Kameya di Kelurahan Kakaskasen I Keca-matan Tomohon Utara, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tomohon me-manggil hearing terhadap Ka-polsek Tomohon Utara AKP Roy Tangkuman, Danramil To-mohon Kapten Kaf. Ahmad Nurdin, Camat Tomohon Utara Herry Lantang SSTP dan Lurah Kakaskasen Satu, Emma Polii SPd.
Dalam hearing tersebut DPRD mendengarkan berbagai kete-rangan soal alasan mengapa pengrusakan dan pembakaran situs budaya Watu Kameya dan Pinawelaan dilakukan. Pihak pemerintah sendiri mengakui bahwa tindakan tersebut sudah direncanakan sejak lama dengan alasan ada laporan dari masya-rakat yang mengaku resah akibat aktifitas yang dilakukan di dua lokasi tersebut oleh sejumlah komunitas. Sementara, pihak Kepolisian dan TNI mengakui bahwa kehadiran mereka di lokasi kejadian hanya untuk pengamanan.
Disisi lain Drs Paulus Adrian Sembel sendiri menilai, peristiwa yang terjadi pada Kamis (13/9) tersebut, justru terkesan rep-resif. “Tindakan ini berlebihan, karena sebelumnya tidak meng-undang pihak-pihak yang terli-bat dalam kegiatan di Pina-welaan dan Kameya untuk ber-dialog. Apalagi saat ‘penertiban’ justru dilakukan disaat masya-rakat melaksanakan agenda kerja bakti. Apakah ini bukan merupakan kegiatan yang su-dah diagendakan atau direnca-nakan sebelumnya? Tindakan ini harus diclearkan agar tidak menjadi preseden kemudian hari, dan jangan terjadi di tempat-tempat lain,” ujarnya.
Melkysedekk Tangkawarouw dari komisi C, secara langsung mengklarifikasi tentang apakah itu situs budaya atau tidak dan hal-hal lain yang sifatnya sosial. Terkait kasus ini, personil Komisi C, Drs Johanis Wilar juga menilai, seharusnya aparat harus kompak dan jangan saling mempersalahkan. Hadir dalam hearing ini, Drs Paulus Adrian Sembel, Melkysedekh Tangka-warouw, Jeffrie Montolalu SE, Ferdinand Mono Turang S.Sos, Dra Telly Sondakh dan Cherli Mantiri SH.
Seperti diketahui, Senin (24/9), sejumlah komunitas masya-rakat adat dari berbagai penjuru di Minahasa mendatangi DPRD Tomohon. Dalam dialog dengan para wakil rakyat, mereka me-ngaku menolak dengan tegas stigmatisasi ‘aliran sesat’ terha-dap mereka karena hal itu juga telah membuat mereka resah dan ketakutan. Mereka juga mene-gaskan, akan melakukan tuntutan hukum karena pengrusakan yang terjadi merupakan tindakan kriminal di wilayah privat, juga akan mengajukan gugatan perdata untuk ganti rugi dan keresahan akibat stigmatisasi tersebut, termasuk siap mela-kukan gugatan class action kepada pemerintah.(yoongki sumual)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar