no klik kanan

Kamis, 31 Oktober 2013

Istri dan Anak Kubur Diri di Depan Kantor Komnas HAM

Terkait Penangkapan Suami Oleh Polda Sulut/

ISTRI dan anak dari Henry Peuru saat melakukan aksi mengubur diri di depan
kantor Komnas HAM, sejak Rabu (30/10) lalu. Aksi ini sebagai bentuk protes atas
penangkapan Henry Peuru oleh Polda Sulut.(foto ist)
Jakarta, KM –
Henny Kawong mengubur diri di depan kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta, sejak Rabu 30 hingga Kamis 31 Oktober. Mereka memprotes penangkapan suaminya, Henry Peuru yang dinilai tanpa alasan jelas.
Selain Henny, putri sulung Henry Peuru, Risa Christi Peuru (23), ikut dalam aksi kubur diri untuk menentang penahanan ayahnya oleh Polda Sulawesi Utara (Sulut). Henry dituduh melakukan pencemaran nama baik kepada salah seorang oknum penguasa di Sulut.
Heny dan putrinya Christie, kesal pada kasus yang membelit kepala keluarga mereka, Henry John Peuru. Henry yang masih menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dalam kasus dugaan pencemaran nama baik ditangkap kembali dengan pengadu dan kasus sama oleh Polda Sulawesi Utara.
Menurut Risa, ayahnya ditangkap oleh kepolisian secara paksa dan tidak melalui surat pemanggilan. Pada 18 Oktober 2013 pukul 14.00 WIB lalu, beberapa aparat kepolisian mendatangi rumah Henry di kawasan Pamulang, dan langsung menciduk Henry.
Risa menceritakan, waktu itu mereka sedang melaksanakan acara doa keluarga di rumah. Namun, saat acara, mereka mendengar suara teriakan dari luar rumah.
"Aku dengar berisik, teriak-teriak dari luar rumah. Aku takut naik ke atas ketemu bapak ibu dan adik-adik. Kita doa, suara teriakan makin kencang, aku dengar bunyi-bunyi besi, pintu didobrak. Pas pendobrakan sudah banyak orang, polisi, beberapa orang bawa senjata. Kita langsung ditodong pistol," ujar Risa saat menggelar aksi kubur diri di depan Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu (30/10) lalu.
Menurut cerita Risa, proses pendobrakan tersebut berlangsung lama karena pintu rumah mereka kuat. Oleh karena itu, polisi yang datang ke rumah mereka memanjat rumah hingga ke lantai dua dari luar. Dari atas, rumah mereka dibongkar menggunakan linggis.
Risa dan keluarga akhirnya dibawa turun ke lantai. Saat itu, Risa dan dua adiknya memegang telepon seluler dan handy cam. Namun, saat berusaha merekam kejadian tersebut, kepolisian merampas perangkat elektronik tersebut.
"Kami teriak nama Tuhan disuruh diam. Terus bapak dibawa, sempat adu mulut. Karena langsung surat panggilan kedua dan diiringi surat membawa tahanan. Tidak ada surat pemanggilan pemanggilan pertama," tutur Risa.
Risa sendiri mengatakan tidak terlalu paham tuduhan yang dialamatkan kepada ayahnya sehingga harus ditahan. Menurutnya, dia ditahan karena kasus pencemaran nama baik. Namun ayahnya juga disebut pengedar senjata.
"Tuntutannya soal pencemaran nama baik. Tapi dari polisi bilang bapak penyalur senajata. Polisinya bilang begitu,"kata dia.
Istri Henry Peuru juga menuturkan, suaminya dituduh menyimpan senjata. Merasa tuduhan tidak benar, dia langsung menelpon pengacara mereka.
“Saya langsung kunci pintu dan telepon pengacara kami, tetapi mereka mendobrak, merusak pintu depan dan masuk dengan menodongkan senjata kepada kami, waktu itu Risa dan dua anak lelaki kami juga saya dan suami ada diruang tamu, nah saat itulah suami saya dibawa ke Polsek Pamulang, kemudian saya tidak dapat lagi menemui suami saya disana," tambah Heny menceritakan targisnya perbuatan oknum Polda Manado tersebut.(timkm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar